Gejala anemia atau kurang darah bisa
dialami siapa saja, baik dewasa maupun anak-anak. Anemia memiliki dampak yang
merugikan karena bisa menurunkan produktivitas. Bahkan pada anak, anemia bisa
mengganggu proses tumbuh kembang.
Anemia umumnya merupakan kondisi saat tubuh
kekurangan zat besi sehingga berpengaruh terhadap fungsi hemoglobin (Hb)
mengikat dan membawa oksigen ke seluruh tubuh. Maka seseorang yang mengalami
anemia biasanya lebih cepat lelah, lesu, dan tidak bergairah.
Profesor dr Djajadiman Gatot, SpA, dari
satuan tugas anemia defisiensi besi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
mengatakan, anemia bisa disebabkan oleh banyak hal. "Bahkan ada
keadaan-keadaan tertentu, seperti penyakit lain, yang menyebabkan tubuh bisa mengalami
anemia," ujarnya dalam seminar media pekan lalu di Jakarta.
Keadaan-keadaan tersebut, jelas dia, antara
lain pendarahan dari luka yang menyebabkan hilangnya sel darah merah sehingga
terjadilah anemia. Djajadiman menjelaskan, pendarahan bukan hanya keluar dari
luka yang tampak seperti luka luar, tetapi juga luka dalam seperti pendarahan
pada usus atau organ lainnya.
"Luka pada usus sering kali tidak
disadari, padahal itu juga berperan pada terjadinya anemia. Masalahnya, luka
pada usus kadang tidak menimbulkan warna merah pada feses, tapi sebenarnya sel
darahnya sudah hilang," tutur Konsultan Hematologi Onkologi dari Divisi
Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini.
Selain itu, anemia pada anak juga
disebabkan oleh kurangnya konsumsi bahan pembentuk sel darah merah seperti zat
besi, asam folat, dan vitamin B12. Karena itu, Djajadiman menyarankan agar anak
selalu mendapatkan asupan gizi yang baik guna memenuhi kebutuhan zat besinya.
"Jika perlu, bisa ditambahkan suplementasi zat besi," ujarnya.
Anemia juga bisa diakibatkan oleh kegagalan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Produksi sel darah merah yang
kurang, kata Djajadiman, biasanya dipicu oleh penyakit-penyakit tertentu yang
perlu diselidiki lebih lanjut.
Djajadiman mengatakan, anemia memiliki
dampak yang serius pada anak. Terlebih pada anak di bawah usia dua tahun, di
saat pertumbuhan otak mencapai periode emasnya, kekurangan zat besi dapat
berakibat pada tidak optimalnya fungsi otak dan mental.
Sementara itu, meski tetap merugikan,
anemia pada anak di atas usia dua tahun lebih dapat ditoleransi. Kuncinya,
ungkap Djajadiman, yaitu sesegera mungkin memperbaiki keadaan anemia.
"Jika anemia dibiarkan terlalu lama,
baik pada anak di atas usia dua tahun atau orang dewasa sekalipun, tentu akan
berakibat buruk pada kesehatan," pungkasnya.
www. Kompas.com